Nilai Tukar Rupiah Tembus Rp15.187 per Dolar AS – Pada penutupan perdagangan Selasa, 24 September 2024, nilai tukar rupiah mengalami penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Bloomberg, rupiah naik sebesar 0,12 persen atau 18,5 poin, sehingga bertengger di posisi Rp15.187 per dolar AS. Penguatan ini tidak lepas dari sejumlah faktor ekonomi domestik dan global yang saling mempengaruhi. Simak artikel Lampungnews.id berikut ini.
Daftar isi
Penyebab Penguatan Rupiah
Salah satu faktor utama yang mendorong penguatan rupiah adalah melemahnya indeks dolar AS. Pelemahan ini terjadi setelah Federal Reserve (The Fed), bank sentral AS, mengambil keputusan untuk memangkas suku bunga acuan. Langkah ini diambil oleh The Fed dengan tujuan menjaga keseimbangan ekonomi dan memastikan pertumbuhan ekonomi AS tetap stabil di tengah ancaman inflasi yang meningkat.
Kebijakan The Fed dan Dampaknya
Walaupun aktivitas bisnis di AS terbilang stabil, harga barang dan jasa di negara tersebut telah meningkat cukup signifikan selama enam bulan terakhir. Menurut Ibrahim Assuaibi, seorang analis pasar uang, peningkatan harga-harga ini berpotensi mempercepat inflasi dalam beberapa bulan ke depan. “Ini kemungkinan bakal memicu percepatan inflasi beberapa bulan mendatang,” ujar Ibrahim. Inflasi yang lebih tinggi dapat memberikan tekanan lebih lanjut pada dolar AS, yang kemudian mendorong penguatan mata uang lain seperti rupiah.
Selain itu, laporan dari S&P Global menunjukkan adanya penurunan kecil dalam purchasing managers index (PMI) gabungan untuk manufaktur dan jasa di AS. PMI tersebut turun dari 54,6 pada Agustus 2024 menjadi 54,4 pada September 2024, meskipun angka ini masih berada di level ekspansi. Penurunan PMI ini turut menjadi salah satu indikator bahwa ekonomi AS mungkin sedang melambat, yang memberikan tekanan lebih pada dolar AS.
Faktor Eksternal: Dampak Kebijakan Tiongkok
Faktor eksternal lainnya yang berpengaruh terhadap penguatan rupiah adalah perkembangan ekonomi di Tiongkok. Pasar di Tiongkok menguat setelah pemerintah negara tersebut mengumumkan sejumlah kebijakan stimulus ekonomi untuk mendorong pertumbuhan. Kebijakan-kebijakan tersebut termasuk pengurangan persyaratan cadangan untuk bank dan suku bunga hipotek yang lebih rendah, yang dirancang untuk membangkitkan kembali pasar properti di Tiongkok.
Langkah-langkah stimulatif ini tidak hanya membantu ekonomi Tiongkok tetapi juga membawa dampak positif bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, yang memiliki hubungan perdagangan yang erat dengan Tiongkok.
Kondisi Ekonomi Dalam Negeri
Di dalam negeri, pemerintah Indonesia juga optimistis bahwa perekonomian nasional akan tetap stabil, terutama setelah The Fed memangkas suku bunga acuannya. Prediksi pemerintah menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga 2024 akan mencapai 5,06 persen, mendekati pertumbuhan kuartal kedua yang sebesar 5,5 persen.
Bank Indonesia (BI) telah mengambil langkah serupa dengan menurunkan suku bunga acuannya menjadi 6 persen. Tujuannya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional lebih lanjut. Kebijakan ini diharapkan dapat memacu investasi dan konsumsi, yang merupakan dua pendorong utama ekonomi Indonesia. Di sisi lain, volatilitas pasar keuangan mulai mereda, dan aliran modal asing kembali masuk ke Indonesia, menambah keyakinan akan stabilitas keuangan nasional.
Penutup
Secara keseluruhan, penguatan rupiah terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan 24 September 2024 merupakan hasil dari kombinasi kebijakan ekonomi global dan domestik yang saling mempengaruhi. Langkah-langkah yang diambil oleh The Fed, pemerintah Tiongkok, serta Bank Indonesia telah menciptakan kondisi yang kondusif bagi penguatan rupiah. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang stabil dan meredanya volatilitas pasar, kondisi ini diharapkan dapat terus mendukung perekonomian Indonesia dalam menghadapi tantangan global.